Pilkada News — Pemilu 2024 mendatang makin menarik, dengan banyaknya calon pemimpin yang mulai adu popularitas untuk mencuri simpati Rakyat.
Pasalnya, penghinaan terhadap kedaulatan rakyat kerap terjadi bahkan di Provinsi Sulawesi Utara dalam kontestasi Politik sebelumnya di mana, terjadi proses Pergantian Antar Waktu (PAW) kepada Anggota DPRD yang kemudian memilih untuk menjadi Kepala Daerah.
Akademisi Provinsi Sulawesi Utara Ferry Liando menanggapi fenomena dalam berpolitik tersebut yang menurutnya Jika ada anggota DPRD hasil pemilu 2024 menyatakan diri menjadi calon kepala daerah itu merupakan hak politik.
“Hingga kini tidak ada satu pasal baik dalam konstitusi maupun Undang-undang pilkada dan undang-undang MD3 melarang keinginan tersebut,” ungkap Ferry Sabtu, (26/11/2022)
Namun begitu, Dosen Ilmu Politik dan Kepemiluan Unsrat itu menjelaskan bahwa, dalam undang-undang nomor 10 Tahun 2016 telah menjelaskan syarat mengikat bagi masing-masing calon kepala daerah.
Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf s berbunyi, Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.
Baca Juga : Bawaslu: Bencana Alam Masuk Indeks Kerawanan Pemilu 2024
“Meski norma hukum tidak melarang anggota DPRD menjadi calon kepala daerah, namun dari sisi norma politik tindakan itu merupakan suatu pelanggaran etika. Meninggalkan jabatan DPRD merupakan penghinaan terhadap kedaulatan rakyat,” sorot Ferry.
Lanjut Ferry, banyak cara jahat para politisi untuk memenuhi ambisinya agar terpilih menjadi anggota DPRD seperti money politic, namun sejahat-jahatnya politik itu, ia tetap memiliki fatsoen politik yaitu tata krama dalam berpolitik.
Saat kampanye, semua cara sudah ditempuh agar bisa menang termasuk retorika berjanji akan memperjuangkan nasib rakyat. Sebagian rakyat ikut terpengaruh dan akhirnya menyatakan pilihan.
“Namun apa yang bisa dipertanggungjawabkan kepada publik jika belum satu tahun menjabat dan belum berbuat apa-apa untuk rakyat yang memilihnya tapi jabatan itu sudah di tinggalkan,” timpal Ferry.
Tak sampai di situ, Ferry juga menyarankan bahwa, Idealnya jabatan itu harus dituntaskan sampai akhir periode, dan dalam periode itu harus ada bukti usaha apa yang telah diperjuangkan membantu apa yang dibutuhkan pemilihnya.
Partai politik juga jangan menjadikan pemilu sebagai ajang perlombaan bagi masing-masing calon. Siapa calon peraih suara terbanyak pada pemilu dapat dinominasikan sebagai calon pada pilkada.
“Akibatnya masing-masing calon berusaha mengejar target suara maksimal dengan segala cara termasuk menyuap pemilih agar mengumpulkan banyak suara,” tutup Ferry.