Pilkadanews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 telah melakukan perubahan signifikan terhadap ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Keputusan ini memungkinkan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tetap bisa mencalonkan pasangan calon.
Kini, syarat pengusulan pasangan calon kepala daerah hanya didasarkan pada perolehan suara sah dalam pemilu di daerah tersebut, tanpa memperhitungkan jumlah kursi di DPRD.
Putusan ini diambil dalam sidang pleno MK di Jakarta pada Selasa, di mana Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan yang mengabulkan sebagian permohonan dari Partai Buruh dan Partai Gelora.
Partai Buruh diwakili oleh Presiden Said Iqbal dan Sekretaris Jenderal Ferri Nurzali, sedangkan Partai Gelora diwakili oleh Ketua Umum Muhammad Anis Matta dan Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik.
Dalam putusannya, MK menetapkan sejumlah persyaratan bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan kepala daerah, yang disesuaikan dengan jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap di provinsi, kabupaten, atau kota yang bersangkutan.
Misalnya, di provinsi dengan jumlah penduduk hingga 2 juta jiwa, partai politik harus memperoleh minimal 10 persen suara sah. Syarat ini berbeda-beda tergantung jumlah penduduk di wilayah tersebut.
MK menilaipartai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai dengan 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai dengan 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai dengan 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
Perkara ini sebelumya muncul setelah Partai Buruh dan Partai Gelora mempertanyakan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
MK menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, yang mengharuskan pemilihan kepala daerah yang demokratis.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dapat menghambat demokrasi dengan mempersempit pilihan calon kepala daerah, sehingga mengancam kesehatan demokrasi.
MK juga menilai bahwa ambang batas suara sah partai politik untuk mencalonkan kepala daerah harus disesuaikan dengan syarat dukungan calon perseorangan.
Dengan demikian, MK memutuskan bahwa Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada juga harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat, jika tidak diselaraskan dengan keputusan baru ini.
Perubahan ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak partai politik untuk berpartisipasi dalam pencalonan kepala daerah, sehingga memperkuat proses demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: Profil Suswono Politikus Senior PKS yang Dipasangkan dengan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta 2024