Site icon Informasi Pilkada

Akademisi Ungkapkan Wacana Penundaan Pemilu 2024 Tidak Memiliki Kedaruratan yang Jelas

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Ahmad Sabiq Purwokerto Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menilai tidak ada urgensi yang jelas untuk pembahasan penundaan pemilu 2024.

“Apa urgensinya (jika) menunda pilkada, menyelenggarakan pilkada secara berkala. Itu mekanisme untuk menyeleksi pejabat publik secara berkala,” katanya, Rabu di Puwokto di Kabupaten Banumas, Jawa Tengah.

Ia mengatakan, mekanisme itu tidak akan efektif jika Pilkada 2024 ditunda, kecuali dalam keadaan darurat, seperti saat pemilihan presiden (Pilkada) 2020 akibat pandemi COVID-19, di mana tidak ada alasan yang sah untuk menundanya.

Dalam hal ini, karena COVID-19, pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda karena alasan keamanan mental, katanya.

“Itu (alasan penundaan Pilkada edisi 2020) secara rasional dapat diterima,” kata dosen mata kuliah teori kepartaian dan sistem pemilu itu.

Menurut dia, pernyataan Menteri Penanaman Modal/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Balil terkait keinginan dunia usaha untuk menunda pemilihan umum 2024 karena situasi bisnis mulai membaik setelah terpukul. Pandemi COVID-19 dalam dua tahun terakhir bukanlah penyebab utama, juga bukan penyebab utama.

Dikatakannya, jika pemilihan umum 2024 dilaksanakan sesuai jadwal, maka akan membuka ruang baru bagi keberlangsungan kegiatan ekonomi.

“Artinya (alasan redaktur Bahlil Lahadalia) adalah alasan yang dibuat-buat. Tidak ada argumentasi yang kuat untuk menunda Pilkada 2024,” ujarnya.

Jika pemilihan 2024 akhirnya ditunda, itu bisa memicu kemarahan publik, terutama dari aktivis pro-demokrasi yang melihat penundaan itu sebagai tindakan merugikan demokrasi, kata Sabiq.

Seperti diwartakan, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam acara rilis temuan survei Indikator Politik Indonesia pada hari Senin (10/1) menyebut para pelaku usaha di Indonesia ingin agar Pemilu 2024 diundur karena situasi dunia usaha mulai bangkit kembali setelah terpuruk akibat pandemi COVID-19 dalam dua tahun terakhir.

Dalam pernyataannya, Bahlil mengungkap langkah memajukan atau memundurkan pelaksanaan Pemilu 2024 bukan hal yang haram dalam sejarah perjalanan Indonesia. Hal ini pernah terjadi pada Orde Lama dan peralihan Orde Baru ke Reformasi.

Sementara itu, Kepala Staf Presiden Moeldoko menyebut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia punya alasan kuat hingga mengungkapkan keinginan pelaku usaha agar pemilu 2024 diundur dan memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo.

Kendati demikian, Moeldoko menegaskan bahwa sikap Presiden Jokowi tetap dua kali masa jabatan, seperti diatur dalam Pasal 7 UUD 1945, yaitu memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih lagi sekali pada jabatan yang sama.

Exit mobile version