Korankaltim.com – Sidang perkara suap pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur digelar Senin (5/10/2020) kemarin di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda.
Dua terdakwa pemberi suap Bupati Kutim nonaktif H Ismunandar yakni Aditya Maharani dan Deki Aryanto, yang keduanya merupakan kontraktor sekaligus rekanan swasta, dihadirkan pada siding ini.
Diketahui keduanya melakukan tindak pidana gratifikasi ke sejumlah pejabat tinggi di Kutim demi mendapatkan sejumlah paket proyek infrastruktur.
Saat ini para terdakwa masih ditahan di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, sehingga persidangan dilakukan secara virtual.
Persidangan tersebut masih terkait agenda pemeriksaan saksi-saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menghadirkan Musyafa mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Persidangan diketuai majelis hakim Agung Sulistiyono beranggotakan Joni Kondolele serta Ukar Priyambodo.
Kepada saksi Musyafa, mejelis hakim langsung melemparkan sejumlah pertanyaan yang berperan penting dalam praktek kasus suap tersebut.
Musyafa mengawali keterangannya terkait asal muasal suap itu bisa terjadi. Sang bupati meminta kepada dirinya untuk dapat mencarikan sejumlah uang dalam jumlah besar yang akan digunakan sebagai modal Ismu yang berencana akan kembali berkontestasi di Pilkada 2020.
“Saya diminta mencarikan uang untuk beliau (Ismunandar), dia bilang ke saya ada memiliki tanggungan, makanya saya diminta untuk mencarikan uang, untuk membayar tanggungannya,” kata Musyafa.
Atas perintah sang bupati, Musyafa pun mencari sumber uang yang dapat memenuhi permintaan tersebut. Dan ternyata, sumber uang yang diperolehnya tersebut berasal dari para rekanan swasta.
Rekanan swasta ini yang menjadi sumber uang tersebut dan mereka nantinya diberikan imbalan, yakni diberikan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur.
Rekanan swasta yang dihubungi Musyafa adalah Aditya Maharani Yuono, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa.
“Saya kenal dengan Ibu Aditya, jadi saya minta bantuan dia, untuk bisa bantu Pak Ismu menyelesaikan tanggungannya dan Ibu Aditya bersedia,” bebernya.
Kemudian, setelah bersedia, Musyafa pun meminta Aditya untuk bertemu langsung dengan Ismu. Hasil pertemuan tersebut, Aditya mendapatkan enam paket pengerjaan proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Kutim yang totalnya senilai Rp 15 miliar.
Enam paket proyek itu terbagi, yakni pengerjaan pembangunan Embung di Desa Maloy senilai Rp8,3 miliar, pembangunan rumah tahanan Polres Kutim Rp1,7 miliar dan pembangunan Jalan Poros di Kecamatan Rantau Rp9,6 miliar.
Kemudian pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp1,8 miliar, Optimalisasi pipa air bersih senilai Rp5,1 miliar serta pengadaan dan pemasangan lampu penerangan jalan umum (LPJU) di Jalan APT Pranoto Sangatta senilai Rp1,9 miliar.
“Setelah ibu Aditya mengirim uang Rp5 miliar, dia selalu hubungi saya, soal uang yang dikirimkan dua atau tiga kali seingat saya,” terangnya.
“Jadi, kata pak bupati terkait paket pengerjaan, itu tergantung dari kebijakan di dinas terkait. Paket itu senilai Rp15 miliar. Kemudian saya yang beritahu Ibu Aditya kalau dia dapat proyek pengerjaan itu,” sebutnya.


