Site icon Informasi Pilkada

Pembentukan Pengadilan Khusus Pemilu Dinilai Ideal

SP/Ruht Semiono Kantor KPU RI Ditutup Sementara - Petugas memeriksa suhu badan di pintu masuk Gedung Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Jumat (24/7/2020). Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengkonfirmasi salah satu pegawai KPU positif Covid-19. Kantor KPU ditutup serta seluruh pegawai KPU akan melaksanakan WFH mulai 21 hingga 24 Juli 2020, kecuali bagi mereka yang harus menjalankan tugas.

Beritasatu.com – Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, mengemukakan, wacana pembentukan pengadilan khusus pemilu sangat bagus dan ideal. Namun, proses pembentukannya bisa sangat mahal dan memakan waktu.

“Upaya membentuk suatu pengadilan khusus Pemilu memiliki keuntungan dalam hal bahwa perangkatnya memang dirancang khusus untuk penyelesaian perselisihan hasil Pemilu. Namun, bukan tidak mungkin bahwa pembentukan dan pengoperasian lembaga ini akan berbiaya mahal,” kata Arif di Jakarta, Senin (3/7/2020).

Pengajar komunikasi politik di LSPR Jakarta ini menjelaskan, pembentukan yang mahal bisa membawa implikasi lain yaitu mengurangi efisiensi dalam penyelesaian perkara. Manakala berlarut dan partisan, hal itu dapat memicu perselisihan lanjutan yang akhirnya tidak menyelesaikan sengketa pemilu dalam waktu singkat.

“Alternatif pembentukan pengadilan khusus pemilu itu perlu ditimbang secara cermat agar tidak mengakomodasi hanya kepentingan sepihak kekuatan politik tertentu. Kemudian mampu menjamin terpenuhinya prinsip peradilan yang imparsial dan efisien,” ujarnya.

Arif melihat, memang kecenderungan banyak negara saat ini memang mengarah pada pelimpahan tanggung jawab penyelesaian perselisihan hasil pemilu kepada lembaga peradilan. Hanya saja, terdapat pilihan untuk memercayakan tanggung jawab tersebut yaitu bisa Mahkamah Konstitusi (MK), peradilan umum, PTUN, atau pengadilan khusus pemilu.

Namun, memusatkan seluruh perkara perselisihan hasil pemilu untuk ditangani MK mengundang kritik karena keterbatasan kemampuan MK dalam menangani begitu banyak perkara dengan tenggat singkat. Meski demikian, pada tataran tertentu imparsialitas MK diakui lebih baik dibandingkan lembaga peradilan pada umumnya.

“Melimpahkan perkara tersebut kepada suatu peradilan umum sebagai bagian cabang kekuasaan kehakiman memiliki aspek positif, menimbang ketersediaan infrastruktur peradilan di berbagai wilayah. Meskipun mungkin lebih efisien, penyelenggaraannya membutuhkan pemahaman memadai para hakim tentang hukum kepemiluan. Namun imparsialitas lembaga peradilan kini masih dalam pertanyaan besar,” tutur Arif.

Arif mengingatkan sebelum membicarakan perlu atau tidaknya suatu peradilan khusus pemilu, layak untuk dipastikan bahwa substansi UU Pemilu telah sesuai kebutuhan dan penyelenggara Pemilu telah berlaku profesional. Kedua, jaminan ini penting untuk meminimasi pelanggaran dan sengketa/perselisihan serta terpenuhinya prinsip pemilu luber jurdil. Tanpa itu, lembaga peradilan tidak akan mampu menyelesaikan seluruh perkara sengketa Pemilu secara efisien dan imparsial.

“Alternatif untuk mendayagunakan PTUN layak untuk ditimbang, daripada membentuk pengadilan khusus pemilu. Namun pendayagunaan PTUN tentu disertai catatan bahwa para hakim harus dapat menjalankan peran mereka secara profesional,” tutup Arif.

Exit mobile version