News.detik.com – Sindiran Plt Ketua DPD PDIP Sumut, Djarot Saiful Hidayat kepada Akhyar Nasution terkait penyelidikan dugaan korupsi pelaksanaan MTQ Medan dikritik Pimpinan Anak Cabang (PAC) PDIP. Namun ‘kemarahan’ pengurus ranting di Medan itu dianggap tak terlalu penting oleh PDIP pusat.
Sindiran soal penyelidikan dugaan korupsi pelaksanaan MTQ Medan berawal dari komentar Djarot soal Akhyar yang pindah ke Demokrat, buntut tak mendapat rekomendasi PDIP di Pilwalkot Medan 2020. Djarot berbicara soal Plh Wali Kota Medan tersebut berburu kekuasaan.
“Kader partai harus berdisiplin dan berpolitik itu untuk pengabdian yang lebih besar, bukan untuk berburu kekuasaan politik. Karena itulah langkah pragmatis yang dilakukan Saudara Akhyar Nasution dengan pindah ke Partai Demokrat justru ditempatkan sebagai bagian konsolidasi kader,” kata Djarot kepada wartawan, Sabtu (25/7/2020).
Anggota Komisi II DPR RI itu mengatakan PDIP melakukan seleksi yang ketat terhadap setiap calon kepala daerah Partai. Menurutnya, PDIP tidak akan pernah mencalonkan orang-orang yang memiliki persoalan hukum. Djarot kemudian menyinggung soal kasus korupsi mantan Gubernur Sumut yang diusung PKS, Gatot Pujo Nugroho.
“PDI Perjuangan belajar dari kasus korupsi berjemaah yang dilakukan oleh mantan Gubernur Sumut yang diusung PKS, Gatot Pujo Nugroho, yang melebar ke mana-mana. Kasus korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldon dikhawatirkan memiliki konsekuensi hukum ke yang lain,” urai Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi tersebut.
Djarot menjelaskan PDIP mencatat Akhyar Nasution pernah diperiksa terkait dugaan penyelewengan anggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 tingkat Kota Medan tahun 2020 di Jalan Ngumban Surbakti, Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, sebesar Rp 4,7 miliar. Hal itu menjadi pertimbangan penting mengapa partai tidak mencalonkannya.
“Betapa bahayanya ketika MTQ saja ada dugaan disalahgunakan. Mungkin dengan bergabung ke partai tersebut, yang bersangkutan ingin mencitrakan ‘katakan tidak pada korupsi’ yang pernah menjadi slogan partai tersebut,” sindir Djarot.
Pernyataan Djarot lalu mendapat reaksi dari Ketua PAC PDIP Medan Johor, Gumana Lubis. Menurut dia, pernyataan Djarot tak pantas karena dinilai merendahkan sosok Akhyar.
“Tidak pantas dipertontonkan apa saja yang dibeberkan oleh Plt Ketua PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat. Menurut kami, Saudara Akhyar Nasution yang direndahkan beliau adalah salah satu kader terbaik PDIP,” kata Gumana Lubis, Selasa (28/7/2020).
Gumana menilai, Djarot tak pantas mengomentari persoalan tersebut. “Masalah hukum ada yang berwenang, bukan dari omongan Djarot yang seolah-olah di tangan beliau semua kasus orang,” ucapnya.
Gumana juga mengomentari sinyal yang diberikan Djarot tentang PDIP yang tidak akan mengusung Akhyar di Pilkada Medan terkait dugaan keterkaitan Akhyar dalam permasalahan hukum. Gumana menilai pernyataan ini tidak pantas karena belum ada pengumuman yang dikeluarkan DPP PDIP.
“Sangat tidak pantas disampaikan ke publik tentang tidak didukungnya Akhyar Nasution oleh PDIP sementara keputusan DPP PDIP belum ada,” jelas Gumana.
Bukan hanya Ketua PAC PDIP Medan Johor, Gumana Lubis saja yang tak terima atas pernyataan mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Relawan Jadikan Akhyar Medan Satu juga mengungkapkan kekesalan sambil menyebut Djarot yang pernah dikaitkan dengan kasus reklamasi.
“Akhyar Nasution dikatakan seorang kader yang melakukan terkait hukum oleh Mas Djarot. Pak Akhyar tidak direkom kata Pak Djarot salah satunya karena Akhyar terindikasi hukum, yaitu (masalah) hukum MTQ. Di sini ada berita tentang Djarot di kasus NJOP reklamasi. Saya mengambil ini semua dari media online,” kata ketua relawan Jadikan Akhyar Medan Satu, Ade Dermawan, Rabu (29/7/2020).
Kasus yang dimaksud Ade ini adalah mekanisme dalam penetapan NJOP pulau C dan D di pulau reklamasi teluk Jakarta. Saat itu Djarot yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta disebut akan turut diperiksa oleh Polda Metro Jaya.
Kembali ke Ade, dia kemudian mengaitkan pernyataan Djarot yang menyebut PDIP tidak akan mendukung calon yang bermasalah hukum. Ade menyebut Djarot tetap diusung PDIP di Pilgub Sumut pada tahun 2018 meski pernah dikaitkan dengan kasus reklamasi.
“Dengan ini terbantahkan, walaupun Mas Djarot tidak terbukti, Akhyar juga belum terbukti masalah MTQ. Jadi jangan dibawa-bawa Akhyar di MTQ. Hari ini mas Djarot juga tahun 2016, dia juga terindikasi kenapa bisa jadi Cagub daripada Sumut di Pilkada kemarin. Saya tidak mengada ada, ini dikutip dari media,” tutur Ade.
Djarot pun mendapat pembelaan dari DPD PDIP Sumut. Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDIP Sumut, Aswan jaya menilai kritik yang disampaikan Ketua PAC PDIP Medan Johor, Gumana Lubis lantaran tak memahami maksud pernyataan Djarot.
“Karena maksud dari Pak Djarot tidak dipahami oleh beliau. Maksud Pak Djarot itu kan agar semua kader tetap hormat terhadap keputusan partai. Partai sendiri sampai saat ini belum memberikan keputusan apa-apa terkait Pilkada Medan,” ungkap Aswan.
Tak hanya itu, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP juga tak ambil pusing soal ‘panasnya’ internal partai di Sumut. Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu PDIP Bambang Wuryanto menilai serang menyerang antara Djarot dengan pengurus ranting PDIP di Medan sebagai dinamika partai.
“Itu masalah kecil, itu hanya dinamika kecil, akibat dari dialektika. Apa dialektikanya? Akhyar kepengin, terus rekom cuma 1, mana bisa merekom 2 partai, rekom cuma 1. Kemudian ada kekecewaan, dari dialektika ini kan kemudian karena keinginan tidak terpenuhi kan kecewa, biasa saja. Itu dinamika biasa saja,” kata Bambang kepada detikcom, Rabu (29/7/2020).
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR itu, ada kader di DPD Sumut sudah dekat dengan Akhyar Nasution. Kemudian, kader tersebut mengikuti sikap Akhyar. Bambang juga menyinggung kondisi di Medan yang serupa dengan kondisi di PDIP Solo beberapa waktu lalu terkait pencalonan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka pada Pilwalkot Solo.
Sebelum ada rekomendasi resmi dari DPP PDIP, Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo memberikan dukungan kepada Achmad Purnomo. Namun begitu DPP PDIP sudah mengeluarkan keputusan dengan memberikan rekomendasi kepada Gibran, Wali Kota Solo itu pun kemudian langsung bekerja untuk pemenangan Gibran.
“Ada orang yang terlanjur dekat dengan Pak Akhyar Nasution selama ini, misalnya, yang kemudian ikut-ikutan bersikap seperti Akhyar boleh dong. Tapi keputusan proses, selesai,” sebut Bambang.
“Contoh Solo, apakah kata Pak Rudy sebagai Ketua DPC? ‘Saya tegak lurus akan mengamankan perintah partai, memenangkan Gibran’. Clear toh? Dulu kurang apa dinamikanya? Itulah PDIP, biasa,” tambah dia.
Bambang kembali berbicara soal dinamika PDIP di Sumut. Pembelaan Gumana Lubis yang merupakan Ketua PAC Medan Johor itu dinilai lantaran ia loyalis Akhyar yang kini pindah ke Demokrat.
“Itu dinamika biasa. Dialektika, dinamika, dari dinamika itu muncul romantika. Romantika Ketua PAC terhadap Akhyar itu romantika. Ketua PAC itu sedang beromantika dengan Akhyar, ini kalimat saya,” ucap Bambang.
Untuk diketahui, Akhyar pindah ke Demokrat setelah mendapat rekomendasi dari partai berlambang mercy itu sebagai calon wali kota Medan. PDIP sendiri digadang-gadang akan mengusung menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution di Pilwalkot Medan 2020.