KOMPAS.com – Pilkada 2020 akan dihelat beberapa bulan mendatang. Masing-masing partai politik (parpol) sedang menyusun strategi demi meraup suara dan menduduki kursi nomor satu di daerah.
Lawatan-lawatan politik juga gencar dilakukan oleh sejumlah politisi untuk membicarakan kemungkinan koalisi atau calon yang akan diusung sebagai calon kepala daerah.
Menariknya, PDI-P dan Partai Gerindra pada Pilkada 2020 kali ini terlihat mesra dengan menjalin koalisi di berbagai daerah.
Hal ini seakan mendinginkan rivalitas antara keduanya yang berlangsung sejak Pemilu 2014.
Pada Pilkada Solo, Gerindra turut mendukung pasangan calon Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa yang diusung oleh PDI-P.
Kondisi yang sama juga terjadi di Tangerang Selatan dan Depok. Kedua partai terlihat solid bergandengan tangan untuk memenangi Pilkada di kedua daerah itu.
Bagaimana melihat “kemesraan” Gerindra dan PDI-P pada Pilkada 2020?
Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana menilai, kedekatan PDI-P dan Gerindra pada Pilkada 2020 ini merupakan hal yang wajar.
Sebab, PDI-P sudah menganggap Gerindra sebagai koalisi pemerintah. “Dari perspektif itu wajar kalau misal Gerindra dianggap partner atau mitra yang paling strategis,” kata Aditya kepada Kompas.com, Minggu (26/7/2020).
“Karena dari hitung-hitungan pemilu legislatif yang menjadi dasar perhitungan kursi pencalonan Pilkada, Gerindra kan suaranya cukup banyak,” lanjut dia.
Terlebih lagi, arah kepemimpinan kedua partai tersebut sama, yaitu lebih ke nasionalis. Menurut Aditya, perbedaan poros yang terjadi pada pemilu sebelumnya lebih karena momentum, yaitu ketika kelompok islamis mencoba untuk menolak PDI-P.
“Itu bisa dipahami karena kepentingan sangat sulit ditebak. Di satu sisi kemarin kepentingannya tidak sama, sekarang jadi sama,” jelas dia.
Logika yang ingin dibangun dari bersatunya PDI-P dan Gerindra, menurut Aditya, pemerintah pusat dan daerah satu komando. Jika hasilnya sejalan dengan itu, maka akan berdampak pada Pemilu 2024.
Namun, skenario kemungkinan akan berubah ketika hasil Pilkada kali ini tak menggembirakan. Aditya mengatakan, Pilkada 2020 ini merupakan titik awal untuk melihat agenda politik yang akan dikerjakan pada Pemilu 2024.
Sementara itu, pembicaraan revisi Undang-Undang Pemilu pada 2021 dan 2021 bisa menjadi jaring momentum untuk partai.
“Nanti kita lihat konstelasinya itu pada 2021 dan 2022 ketika pembicaraan tentang revisi UU pemilu. Itu juga bisa jadi jaring momentum. Akan memperjuangkan apa, mereka akan kelihatan, kompak lagi apa tidak,” kata Aditya.